BENTENG KERATON BUTON
Kota
Bau-Bau Sulawesi Tenggara sangat identik dengan keberadaan Benteng Keraton
Buton yang dikenal sebagai benteng terluas di dunia. Bahkan, orang Buton pada
umumnya percaya, jika Anda belum menginjakkan kaki di pulau ini jika belum
berkunjung ke Benteng berusia berabad-abad itu. Panjang keliling benteng
tersebut 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar (tebal) 2 meter.
Bangunannya terdiri atas susunan batu gunung bercampur kapur dengan bahan
perekat dari agar-agar, sejenis rumput laut. Luas seluruh kompleks keraton yang
dikitari benteng meliputi 401.911 meter persegi. Area yang demikian luas itu
mengalahkan benteng terluas di dunia sebelumnya yang berada di Denmark. Dengan
demikian, Benteng Keraton tercatat sebagai yang terluas di dunia. Luasnya
benteng ini, bukan sekadar isapan jempol, di dalam kompleks benteng melingkupi
1 wilayah kelurahan, dengan nama kelurahan Melai, dan tercatat sebagai salah
satu kawasan terpadat di kota ini. Banyak obyek menarik di dalam benteng
Keraton Wolio itu. Di sana ada batu Wolio, batu popaua, masjid agung, makam
Sultan Murhum (Sultan Buton pertama), Istana Badia, dan meriam-meriam kuno.
Batu Wolio adalah sebuah batu biasa berwarna gelap. Besarnya kurang lebih sama
dengan seekor lembu sedang duduk berkubang. Konon, di sekitar batu inilah
rakyat setempat menemukan seorang putri jelita bernama Wakaa-Kaa yang dikatakan
berasal dari Tiongkok. Putri itu kemudian dijadikan pimpinan (ratu).
Pelantikan
raja tersebut dilakukan di atas batu popaua. Batu ini terletak sekitar 200
meter dari batu Wolio. Permukaan batu popaua hampir rata dengan tanah, namun
mempunyai lekukan berukuran hampir sama dengan telapak kaki manusia. Di lekukan
itulah putri Wakaa-kaa menginjakkan kaki kanannya sambil mengucapkan sumpah
jabatan sebagai ratu di bawah payung yang diputar sebanyak tujuh kali. Karena
itu batu tersebut disebut batu popaua (batu tempat diputarkan payung raja).
Tradisi pelantikan ratu atau raja di atas batu tersebut berjalan hingga di
zaman kesultanan, bentuk pemerintahan kerajaan Buton setelah masuknya Islam.
Batu popaua terletak di kaki sebuah bukit kecil tempat berdirinya Masjid Agung
Keraton Buton. Masjid ini dibangun tahun 1712 di masa pemerintahan Sultan Buton
XIX bernama Lang Kariri dengan gelar Sultan Sakiuddin Darul Alam. Masjid
berukuran 21 kali 22 meter itu memiliki tiang bendera di sisi sebelah timur.
Dalam tafsir Al Azhar karangan almarhum Buya Hamka disebutkan, tiang bendera
itu juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan hukuman gantung menurut hukum
Islam. Tetapi ada sedikit bau mistik di dalam masjid tua itu. Di belakang
mimbar khatib atau di ujung kepala imam tatkala dalam keadaan sujud terdapat
pintu gua yang disebut ”pusena tanah” (pusat bumi) oleh orang-orang tua di
Buton. Konon dari dalam gua itu keluar suara azan pada suatu hari Jumat.
Peristiwa itu menjadi latar belakang pendirian masjid di tempat tersebut.
FORM PENILAIAN BLOG
FORM PENILAIAN BLOG
bit.ly/penilaianupw2018a
Categories:
All Post
Blog ini sudah dikomentari oleh Sensei Anda.